MAKALAH IMPLEMENTASI AKAD

MAKALAH
IMPLEMENTASI AKAD-AKAD
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Keuangan Islam 1
Dosen Pengampu: Fathan Budiman, S.H.I., M.E.I.














Disusun Oleh :
Fatihatul Qirona (63020160020)
Aji Santosa (63020160116)
Dian Ayu Kristina (63020160156)




JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018 KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas kesempatan yang telah di berikan kepada kami untuk dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Ekonomi Keuangan Islam 1.
Dalam penyusunan tugas ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan tugas kami ini tidak lain karena bantuan, dorongan, dan bimbingan dari orang tua dan Bapak dosen. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terimah kasih.
Semoga tugas kami ini dapat bermanfaat, menjadi dorongan, dan motivasi bagi kita untuk terus mencapai keinginan atau tujuan.













DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR__________________________________________ i
DAFTAR ISI_________________________________________________ ii
BAB I_______________________________________________________ 1
PENDAHULUAN_____________________________________________ 1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH_____________________________1
1.2 RUMUSAN MASALAH_____________________________________ 2
MAKSUD DAN TUJUAN____________________________________ 2
BAB II_______________________________________________________ 3
PEMBAHASAN_______________________________________________ 3
2.1 PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR AKAD____________________3
2.2 PRINSIP-PRINSIP DARI AKAD_______________________________6
2.3 ASAS-ASAS YANG MELANDASI SUATU AKAD_______________ 6
2.4 BEBERAPA IMPLEMENTASI AKAD__________________________7
BAB III_______________________________________________________16
PENUTUP_____________________________________________________16
3.1 KESIMPULAN _____________________________________________16 BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga secara pribadi tidak mampu untuk memenuhinya dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam memenuhi kebutuhan keduanya, yaitu dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak.
Akad merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat muslim. Pada dasarnya, akad dititikberatkan pada kesepakatan antara dua belah pihak yang ditandai dengan ijab-qabul. Dengan demikian, ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara. Bahwa akad merupakan hubungan/keterkaitan antara ijab-qabul yang dibenarkan oleh syara dan memiliki implikasi hukum tertentu. Salah satu ajaran al-Quran yang paling penting dalam masalah pemenuhan akad, yaitu kewajiban menghormati semua akad dan memenuhi semua kewajiban yang telah disepakati bersama. Selain itu, al-Quran juga mengingatkan bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban berkaitan dengan akad yang dilakukannya. Dengan demikian, al-Quran memberikan pesan bahwa setiap orang yang melakukan akad harus selalu berbuat keadilan dan menepati janji sebagaimana yang telah disepakati bersama.
Rumusan Masalah
Dengan melihat uraian diatas, maka permasalahan yang ingin dikaji adalah
Apa pengertian dan unsur-unsur akad ?.
Apa prinsip-prinsip dari akad?.
Apa asas-asas yang melandasi suatu akad?.
Apa saja impementasi akad-akad?.
Maksud dan Tujuan
Maksud dari pembahasan masalah ini untuk :
Untuk mengetahui pengertian dan unsur-unsur akad.
Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari akad.
Untuk mengetahui asas-asas yang melandasi suatu akad.
Untuk mengetahui beberapa impementasi akad.


















BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Akad dan Unsur-Unsur Akad
Akad adalah merupakan suatu bagian penentu setiap transaksi sehingga akad harus dibuat oleh dua belah pihak karena dengan akad lah transaksi menjadi sah atau tidak sah. Sementara kata akad juga berasal dari bahasa Arab, al-Aqd secara bahasa berarti al-rabthu, yaitu mengikat atau ikatan. Dikatakan rabatha al-Syai rabthan, berarti ia mengikat sesuatu dengan kuat. Jumhur berpendapat, rukun akad itu ada tiga; yaitu aqid (para pihak yang melakukan akad), ma'qûd alayh (harga dan barang yang diakadkan), dan shighah al-aqd (bentuk atau cara melakukan akad yang biasa disebut ijâb dan qabûl).
Unsur-unsur akad antara lain:
Yang dimaksud dengan unsur akad adalah komponen-komponen yang dapat membentuk akad itu sendiri, yaitu terdiri atas unsur rukun dan syarat serta derivatifnya. Menurut Wahbah al-Zuhaylî, ada empat komponen yang harus terpenuhi untuk terbentuknya suatu akad. Artinya, suatu akad tidak akan
terbentuk kecuali dengan keempat komponen/ unsur ini, yaitu: shighah al-aqd, al-aqidân, mahal al-aqd, dan mawdhû al-aqd.
Teknik Akad (Shighah al-Aqd atau Îjâb dan Qabûl)
Shîghah al-'aqd adalah suatu ekspresi yang lahir/muncul dari kedua belah pihak yang menunjukkan keinginan batinnya untuk membentuk akad dan atau membatalkannya. Keinginan batin itu diekpresikan melalui ucapan/perkataan atau isyarat dan tulisan. Dengan istilah ijab dan kabul. ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad, sedangkan qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan setelah adanya ijab.
Subjek Akad (aI-Âqidân)
Adalah orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang, misalnya penjual dan pembeli beras di pasar biasannya masing-masing pihak satu orang, ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang lain yang terdiri dari beberapa orang.
. Subekti menyebutnya dengan istilah personalia dalam suatu perjanjian, yaitu orang-orang yang tersangkut dalam suatu perjanjian. Atau disebut juga dengan istilah subjek hukum. Sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum tertentu, sering kali diartikan sebagai pihak pengemban hak dan kewajiban. Dalam Islam, manusia sebagai subjek perikatan (âqid) adalah pihak yang sudah dapat dibebani hukum yang lazim dikenal mukallaf. Mukallaf adalah orang yang telah mampu bertindak secara hukum. Istilah "mukallaf" berasal dari bahasa Arab yang berarti "yang dibebani hukum", di mana dalam hal ini mereka adalah orang-orang yang telah dapat mempertanggungjawabkan perbuatan atau tindakannya dan telah memenuhi kriteria
dan syarat-syaratnya
Objek Akad (Mahall al-Aqd)
Mahall al-'aqd adalah sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Bentuk objek akad dapat berupa benda berwujud, seperti mobil dan rumah, maupun benda tidak berwujud, seperti manfaat. Benda-benda yang diakadkan seperti benda-benda yang di jual dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), dalam akad gadai, hutang yang dijamin seseorang dalam akad kafalah.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mahall al-aqd adalah sebagai berikut: Pertama, objek akad harus telah ada ketika akad dilangsungkan. Suatu akad yang objeknya tidak ada pada waktu dilangsungkan maka dianggap akad batal, seperti larangan menjual anak hewan yang masih di dalam perut induknya atau menjual buah-buahan sebelum tampak matang buahnya. Alasannya, bahwa sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin bergantung pada sesuatu yang
belum ada.
Tujuan Perikatan (Mawdhû' al-Aqd)
Mawdhû' al-aqd adalah tujuan atau maksud mengadakan akad. Berbeda akad, maka berbeda tujuan pokok akad. Dalam Islam, tujuan suatu akad harus sejalan dengan syariah. Ini berarti, apabila suatu akad dilangsungkan untuk tujuan yang merusak atau membahayakan, maka ia dapat dikatakan tidak sah atau batal. Sebagai contoh, tiga orang dewasa,berakal, balig, dan memenuhi kecakapan hukum melakukan suatu akad kerjasama dalam hal perampokan atau pembunuhan, di mana masingmasing di antara mereka memberikan kontribusi yang berbeda-beda: ada yang menyiapkan pedang/senjata api; ada yang tukang menunjuki jalan (navigator); dan ada yang tukang ekskusi
Ada tiga hal yang dapat digaris bawahi di sini, yaitu:
Pertama, kalimat irtibath îjâb bi qabul (pertalian antara ijab dan qabul). Îjâb adalah pernyataan kehendak oleh satu pihak (mujib) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan qabûl adalah pernyataan menerima atau menyetujui kehendak mujîb tersebut oleh pihak lainnya. Ijab dan kabul ini harus ada dalam melaksanakan suatu akad.
Kedua, kalimat alâ wajh masyrû (dibenarkan oleh syarak). Kalimat ini menunjukkan bahwa pelaksanaan akad, tujuan akad, dan objek akad tidak boleh bertentangan dengan syariah. Jika bertentangan, akan mengakibatkan akad itu tidak sah. Sebagai contoh, misalnya suatu\ perikatan yang mengandung riba, atau objek perikatan yang tidak halal menurut syariat (seperti dendeng/abon babi atau minuman keras), mengakibatkan tidak sahnya suatu perikatan menurut Hukum Islam.
Ketiga, kalimat yatsbut âtsâruh fi mahallih (mempunyai akibat hukum terhadap objeknya). Akad merupakan salah satu bentuk tindakan hukum (tasharruf al-hukm). Adanya akad menimbulkan akibat hukum terhadap objek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan juga memberikan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak. Dalam konteks jual beli misalnya, jual beli merupakan perbuatan hukum, di mana pelakunyaadalah penjual dan pembeli, sementara objeknya adalah sesuatu yang diperjualbelikan. Ketika terjadi transaksi jual -beli, maka di sinilah terjadi konsekuensi hukum dan sekaligus melahirkan hak dan kewajiban. Konsekuensi hukumnya adalah perpindahan kepemilikan dari satu pihak kepada pihak lainnya. Sedangkan adanya hak dan kewajiban di mana pihak pertama (penjual) berhak mendapatkan harga jual dan berkewajiban menyerahkan barang, sementara pihak kedua (pembeli) berhak memiliki dan menguasai penuh barang dan berkewajiban menyerahkan harga jual kepada pihak pertama. Demikian juga dalam kasus ijârah, di mana terjadinya pengalihan pemanfaatan suatu benda dan sekaligus melahirkan hak dan kewajiban.
2.2 Prinsip-prinsip dari akad antara lain:
Suka sama suka, artinya akad dibuat atas dasar ridho di antara dua belah pihak dan tidak ada paksaan dari unsur manapun.
Tidak boleh mendzalimi, artinya harus ada kesetaraan posisi sebelum terjadinya akad.
Keterbukaan, artinya kedua belah pihak memiliki pengetahuan yang sama tentang objek kerja samanya
Dokumentasi. Artinya terdapat bukti pembayaran secara tertulis dari kedua belah pihak.
2.3 Asas Asas yang Melandasi Suatu Akad
Pertama, aI-hurriyah (kebebasan). Berdasarkan akad ini maka para pihak mempunyai kebebasan untuk membuat akad kontrak (freedom of making contract), baik dari segi objeknya maupun dari segi persyaratan-persyaratan lainnya, termasuk menetapkan cara-cara penyelesaian bila terjadi seng keta. Kebebasan menentukan persyaratan ini dibenarkan selama tidak bertentangan dengan ketentuan syariah Islam.
Kedua, al-musâwah (persamaan atau kesetaraan). Asas ini memberikan landasan bahwa kedua belah pihak yang sedang melakukan suatu akad perjanjian mempunyai kedudukan yang sama dan setara. Sehingga, pada saat menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas almusâwahnini.
Ketiga, al-'adâlah (keadilan). Keadilan adalah lawan dari kezaliman. Berdasarkan asas ini maka para pihak dituntut untuk bersikap jujur dan terbuka mtanpa ada yang ditutup-tutupi serta sungguh-sungguh dalam pengungkapan kehendak, keadaan, dan memenuhi semua butir-butir akad yang telah disepakati
serta memenuhi semua kewajibannya.
Keempat, al-Ridhâ (kerelaan, rida sama rida). Berdasarkan asas ini maka semua bentuk akad yang dibuat harus dilakukan karena kerelaan diri, bukan karena keterpaksaan atau dipaksa. Karena kerelaan antar pihak yang berakad termasuk prasyarat bagi terwujudnya semua transaksi. Dengan demikian bila asas ini tidak terpenuhi, maka akad dapat dianggap batal atau tidak sah, dan bila keadaan itu tetap dilangsungkan maka sama artinya dengan memakan sesuatu dengan cara yang batil (al-akl bi al-bâthil). Singkatnya, asas ini mengharuskan tidak adanya paksaan dari pihak manapun dalam proses transaksi.
Kelima, al-shidq (kejujuran dan kebenaran). Jujur adalah salah satu sifat utama dalam Islam. Lawannya adalah al-kidzb, dusta. Dalam pelaksanaan akad, jujur mempunyai peranan yang sangat penting. Sebab, bilamana asas ini diabaikan, maka akan berdampak terhadap legalitas akad itu sendiri, di mana dapat menghentikan semua proses perjanjian tersebut karena dianggap melakukan pembohongan, penipuan dan pemalsuan, bahkan wanprestasi.
Keenam, aI-kitâbah (tertulis). Asas terakhir yang juga mempunyai peran penting dalam suatu akad adalah asas tertulis. Tulisan merupakan salah satu alat bukti sah yang paling kuat di antara alat-alat bukti lainnya. Terlebih lagi ketika terjadi suatu persengketaan di kemudian hari antara para pihak, maka tulisan atau catatan menjadi lebih sangat dibutuhkan sebagai pembuktian tertulis di depan pengadilan. Itulah barangkali sebabnya mengapa Alquran memerintahkan untuk mencatat segala sesuatu yang ditransaksikan
Ketujuh, aI-iltizâm (konsistensi). Setelah unsur-unsur akad terpenuhi dan kedua belah pihak sepakat atas semua butir-butir akad, maka mereka harus konsisten
terhadap hal itu, dan tidak boleh salah satu pihak berkhianat terhadap yang lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikannya.
Beberapa implementasi akad
Musyarakhah dalam lingkup perbankan:
Dalam bentuk musyarokah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek tertentu. Bank dan nasabah sama-sama meyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai dilakukan, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Bagi hasil harus dibagi setelah proyek dikerjakan.
Musyarakah dalam perekonomian makro:
Kerja sama bilateral antara Negara Indonesia dengan Singapura Jalin kerja sama Industri 4.0 dan Ekonomi Digital pada tanggal (9/5/2018) Menteri perindustrian airlangga hartanto melakukan kunjungan ke Singapura, dalam kunjungan tersebut membahas tentang transformasi industry Indonesia menuju Industri 4.0. beberapa program prioritas nasional terkait dengan industry 4.0. antara lain penguatan ukm, keberlanjutan pembangunan, meningkatkan sdm, menciptakan ekosistem inovasi, dan meningkatkan hubungan kebijakan dan kelembagaan.
Dalam pernyataan Iswaran, singapura menyampaikan kesanggupan untuk bekerja sama dengan Indonesia. Serta pembangunan ekosisitem inovasi di beberapa sentra pengembangan ekonomi digital yang dikelola atau didukung kementrian perindustrian Indonesia. Dalam kunjungan kerja ini Airlangga juga berkesempatan bertemu dengan para pengusaha singapura yang menaruh minat investasi dalam bidang logistik. Terdapat hasil konkret  yaitu persemian kawasan digital nongsa, di Batam, yang dilakukan menterli luar negeri kedua negara. Kawasan itu dimanfaatkan  sebagai "jembatan digital" kerja sama bilateral dengan sentra ekonomi digital di Indonesia. Swajaya melanjutkan, kerja sama untuk meningkatkan SDM dilakukan melalui pengembangan pendidikan vokasi. Pengambangan tersebut dilakukan untuk menunjang kebutuhan di Kawasan Industri Kendal yang dikembangkan Indonesia dan Singapura. Hadir dalam pertemuan tersebut 2 institusi utama Singapura yg memfasilitasi investasi, termasuk bidang ekonomi digital. Yaitu Economic Development Board (EDB) dan Enterprise Singapore (ESG) yg akan memfasilitasi realisasi kerjasama yg telah dibahas oleh Airlangga dan Iswaran.  (https://internasional.kompas.com/read/2018/05/10/20151321/indonesia-singapura-jalin-kerja-sama-di-industri-40-dan-ekonomi-digital)
Murabahah
Murâbahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati.Karakteristik murâbahah ini adalah penjual harus memberi tahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Sebagai ilustrasi dalam teknis perbankan, misalnya, seorang nasabah bernama Ali membutuhkan sebuah mobil merek Daehatsu Xenia buatan Tahun 2009 untuk keperluan keluarganya. Karena pak Ali tidak mempunyai uang cukup untuk membeli mobil tersebut secara cash dari dealer, maka ia datang ke salah satu bank syariah dan minta dibelikan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. Lalu bank syariah pun membelinya dari dealer seharga Rp 110.000.000,- dan menjualnya kembali ke pak Ali seharga, misalnya, Rp 125.000.000,-. Nah, pada saat bank menjualnya kembali ke nasabah tersebut, ia harus memberitahu harga belinya dari dealer itu.
Murabahah konteks makro:
Hubungan  Indonesia dan Jepang, memang tak hanya bicara soal hubungan sejarah saja.  Perjalanan selama 50 tahun memberikan pemahaman baru, hubungan itu harus bisa menjadi satu kerjasama banyak sektor yang bisa membawa dua negara ini menjadi lebih baik. Dari sisi bisnis, Indonesia dan Jepang menjalin bentuk-bentuk kerjasama yang saling menguntungkan. Meski mungkin beberapa sektor mengalami penurunan, tapi Indonesia dan Jepan tetap merupanan satu sinergi penting yang saling melengkapi. Departemen Keuangan mengeluarkan tiga peraturan (Peraturan Menteri Keuangan) untuk menopang implementasi kesepakatan kerja sama ekonomi Indonesia-Jepang (IJ-EPA/Economic Partnership Agreement). Penerapan kerja sama ekonomi kedua negara itu diharapkan bisa memperkuat investasi dan industri domestik, selain mendorong pertumbuhan ekspor ke Jepang hingga 12% menjadi US$5.465,6 juta. Ketiga peraturan itu adalah pertama PMK No. 94/011 tentang Modalitas Penurunan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan antara RI dan Jepang mengenai suatu Kemitraan Ekonomi. Kedua, PMK No. 95/011 tentang Penetapan Tarif BM Dalam Rangka Persetujuan antara RI dan Jepang mengenai suatu Kemitraan Ekonomi. Ketiga, PMK No. 96/011 tentang Penetapan Tarif BM dalam rangka USDFS (User Specific Duty Free Scheme) dalam Persetujuan antara RI dan Jepang mengenai Kemitraan Ekonomi.
Bagi Indonesia, Jepang merupakan negara mitra dagang terbesar dalam hal ekspor-impor Indonesia. Ekspor Indonesia ke Jepang bernilai US$ 23.6 milyar (statistik Pemerintah RI), sedangkan impor Indonesia dari Jepang adalah US$ 6.5 milyar sehingga bagi Jepang mengalami surplus besar impor dari Indonesia (tahun 2007). Komoditi penting yang diimpor Jepang dari Indonesia adalah antara lain minyak, gas alam cair, batubara, hasil tambang, udang, pulp, tekstil dan produk tekstil, mesin, perlengkapan listrik, dll. Di lain pihak, barang-barang yang diekspor Jepang ke Indonesia meliputi mesin-mesin dan suku-cadang, produk plastik dan kimia, baja, perlengkapan listrik, suku-cadang elektronik, mesin alat transportasi dan suku-cadang mobil.
(https://kanomediapr.wordpress.com/2008/12/04/hubungan-ekspor-impor-antara-indonesia-dan-jepang/)
Penitipan (al-Wadiah)
Al-Wadiah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki (Antonio, 2015, p. 85). Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang dimaksud dengan akad wadiah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang
Penanggungan (al-Kafalah)
Al-Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Oleh karena itu, kafalah merupakan akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk mengganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya.
Dalam implementasi al-Kafalah, sebagai contoh dalam praktik perbankan syariah adalah seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang (pemuka masyarakat). Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan. Contoh lainnya, bisa dilakukan untuk menjamin pengembalian barang yang disewa pada waktu sewa-menyewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan, dan bank dapat membebankan uang jasa/fee kepada nasabah.
Pemindahan Utang (al-Hiwalah)
Al-Hiwalah adalah memindahkan hutang dari tanggungan orang yang memindahkan (almuhil) kepada tanggungan orang yang dipindahi hutang (muhal alaih) Dengan kata lain, pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Misalnya, A memberi pinjaman kepada B, sedangkan B masih mempunyai piutang kepada C. Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan bebanutang tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus bayar utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.

Dalam aplikasinya, kontrak hiwalah dalam lembaga keuangan syariah biasanya diterapkan pada factoring (anjak piutang), di mana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, kemudian bank membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
Persekutuan (al-Syirkah)
Al-Syirkah merupakan suatu ungkapan tentang akad (perjanjian) antara dua orang yang berserikat di dalam modal dan keuntungan. Dalam hal ini, al-Syirkah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuangan dan resiko ditanggung bersama.
Dalam implementasinya di lembaga keuangan syariah, al-Syirkah dapat diaplikasikan pada pembiayaan suatu proyek, di mana lembaga keuangan syariah bekerja sama dengan sebuah perusahaan untuk sebuah proyek. Dalam hal ini, kedua belah pihak masing-masing mengeluarkan dana guna membiayai proyek yang akan berlangsung. Setelah proyek itu selesai,
perusahaan mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati.
Sewa-Menyewa (al-Ijarah)
Al-Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa, dan lain-lain. Dalam hal ini, al-Ijarah dapat diartikan sebagai akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Implementasi dari al-Ijarah ini, lembaga keuangan syariah dapat melakukan leasing. Akan tetapi pada umumnya, lembaga keuangan syariah tersebut lebih banyak menggunakan al-Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik (IMB) (Antonio, 2015, p. 118) karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, lembaga keuangan syariah pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
Gadai (ar-Rahn)
Ar-Rahn merupakan menahan sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.Ar-Rahn berarti menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Implementasinya di perbankan syariah, ar-Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai al-murabahah. Bank dapat menahan nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut. Selain itu, akad rahn juga dapat dijadikan produk tersendiri. Maksudnya, akad rahn dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Dalam hal ini, dalam rahn (pegadaian syariah), nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.
Pinjam Mengganti (al-Qardh)
Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa al-Qardh merupakan memberikan (menghutangkan) harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, untuk dikembalikan dengan pengganti yang sama dan dapat ditagih atau diminta kembali kapan saja penghutang menghendaki.
Dalam implementasinya di lembaga keuangan syariah, al-Qardh dapat diaplikasikan sebagai berikut:
Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjam itu.
Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito.
Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus, yaitu al-qardh al-hasan.
Dengan demikian, sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan al-Qardh, yaitu dari dana sosial meliputi dana yang diterima oleh lembaga keuangan syariah dari pihak lain (misalnya dari sumbangan zakat, infak, dan sedekah) serta dana yang disediakan oleh para pemilik lembaga keuangan syariah, dan hasil pendapatan non-halal.
Bagi Hasil (al-Mudharabah)
Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola usaha (mudharib). Keuntungan usaha yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk nisbah (persentase).
Dalam implementasinya, pada sisi penghimpunan dana, al-Mudharabah diterapkan pada:
Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan lain sebagainya.
Deposito, yaitu penyimpanan dan pengambilannya ditentukan oleh waktu yang telah disepakati. Deposito biasanya memiliki jangka waktu tertentu di mana uang di dalamnya tidak boleh ditarik nasabah. Deposito baru bisa dicairkan sesuai dengan tanggal jatuh temponya, biasanya deposito mempunyai jatuh tempo 1, 3, 6, atau 12 bulan. Bila deposito dicairkan sebelum tanggal jatuh tempo, maka akan kena penalty atau sanksi.
Adapun dari sisi pembiayaan di lembaga keuangan syariah, al-Mudharabah diterapkan untuk:
Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
Investasi khusus disebut juga mudharabah muqayyadah, di mana sumber dana khusus dengan penyaluran khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul mal.























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akad adalah merupakan suatu bagian penentu setiap transaksi sehingga akad harus dibuat oleh dua belah pihak karena dengan akad lah transaksi menjadi sah atau tidak sah. Adapaun unsur-unsur rukun wakaf terdiri dari teknik akad (shighah al-aqd atau îjâb dan qabûl), subjek akad (ai-âqidân), objek akad (mahall al-aqd), dan tujuan perikatan (mawdhû' al-aqd).Selain itu, prinsip-prinsip dari akad antara lain suka sama suka, tidak boleh mendzalimi keterbukaan, dan dokumentasi. Asas- asas yang melandasi suatu akad ai-hurriyah (kebebasan) , al-musâwah (persamaan atau kesetaraan, al-'adâlah (keadilan), al-ridhâ (kerelaan, rida sama rida), al-shidq (kejujuran dan kebenaran, ai-kitâbah (tertulis), ai-iltizâm (konsistensi).













DAFTAR PUSTAKA
Mansur.1976. Seluk Beluk Ekonomi Islam. STAIN Salatiga Press : Salatiga.
Abdur, R.(2012). Penerapan Teori Akad Pada Perbankan Syariah. Jurnal Al-Iqtishad, 04, 01, 20-28
Naerul, E. K. A.(2017). Implementasi bentuk-bentuk akad bernama dalam lembaga keuangan syariah. Journal of Islamic Economics Lariba, 03, 26-30
https://internasional.kompas.com/read/2018/05/10/20151321/indonesia-singapura-jalin-kerja-sama-di-industri-40-dan-ekonomi-digital
https://kanomediapr.wordpress.com/2008/12/04/hubungan-ekspor-impor-antara-indonesia-dan-jepang/



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Proposal Mata Pelajaran Kewirausahaan SMK

Contoh MATERI KE NU- AN (latihan Kader Muda Ipnu-Ippnu)

MAKALAH TAWADHU DAN TAKWA