MAKALAH TAWADHU DAN TAKWA

AHWAL DALAM TASAWUF : TAWADHU’ DAN TAKWA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu
Ahmad Muzakkil Anam, S.Pd.I, M.Pd.I


index.jpg




Disusun Oleh:
1)               Bondan Budi Prayogo ( 63020160114)
2)               Aji Santosa                   ( 63020160116)
3)               M. Khoirul Afnan       ( 63020160120)
JURUSAN S1 EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA



KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah “Akhlak Tasawuf” Insya Allah dengan baik.
            Penyusunan  ini tentunya bukan hanya hasil pemikiran kami sendiri, banyak orang-orang yang mendukung kami di belakang. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada kedua orang tua kami,  kepada Bapak dosen  mata kuliah  Akhlak Tasawuf, dan teman-teman yang selalu menyumbangkan semangatnya.Tanpa mereka kami bukanlah  apa-apa.
Dalam makalah  ini, kami membahas mengenai “BAB Tawadlu’dan Taqwa”  yang Insya Allah akan bermanfaat dan dapat kita terapkan dalam  kehidupan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya, marilah kita baca dan pelajari makalah ini.
            Makalah  ini hanyalah hasil karya susunan  insan yang tak berdaya, yang tak jauh dari khilaf dan salah. Untuk itu kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan, agar bisa kami jadikan motivasi untuk ke depannya. Semoga Allah SWT, selalu menuntun setiap perjalanan hidup kita. Aaamin.

 



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................   2 
DAFTAR ISI......................................................................................................................   3
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................   4
A.    Latar Belakang........................................................................................................   4
B.     Rumusan Masalah....................................................................................................   4
C.     Tujuan Penulisan......................................................................................................   5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................   6
A.    Tawadlu’..................................................................................................................   6
1.      Pengertian tawadlu’ secara bahasa.................................................................   6
2.      Pengertian tawadlu’ secara istilah..................................................................   6
3.      Syarat tawadlu’..............................................................................................   7
4.      Keutamaan Tawadlu’.....................................................................................   8
5.      Macam-macam tawadlu’ dan contohnya........................................................   10
6.      Dalil Quran dan hadits tentang tawadlu’.......................................................   11
7.      Faedah tawadlu..............................................................................................   12
B.     Takwa......................................................................................................................   12
1.      Pengertian takwa.............................................................................................   12
2.      Kriteria takwa..................................................................................................   13
3.      Jalan mencapai takwa......................................................................................   14
4.      Dalil Quran dan hadits tentang takwa............................................................   16
5.      Contoh sikap dan perilaku takwa....................................................................   18
6.      Karunia takwa dan faedah takwa...................................................................   18
BAB 3 KESIMPULAN......................................................................................................   19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................   20


BAB I
 PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
            Tasawuf merupakan salah satu aspek Islam, sebagai perwujudan dari ihsan, yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhan-Nya.Dalam dunia tasawuf, seseorang yang ingin bertemu dengan-Nya, harus melakukan perjalanan dan menghilangkan sesuatu yang menghalangi antara dirinya dengan Tuhan-Nya. Dalam tasawuf sikap ini disebut tawadhu’.Dalam agama Islam, orang yang pertama kali memperkenalkan sifat tawadhu’ adalah Nabi Muhammad SAW. Dengan ketinggian akhlak beliau, maka mula-mula para shahabat mencontoh perilaku serta sifat-sifat beliau yang salah satu sifatnya adalah sifat tawadhu’. Dalam dunia sufi pun, sifat tawadhu’ adalah salah satu cara untuk membersihkan jiwa. Karena lawan dari sombong/ tinggi hati adalah tawadhu’/ rendah hati. 
Sikap tawadhu’ sangat erat kaitannya dengan sifat ikhlas. Rangkuman keikhlasan seorang hamba ada pada ketawadhu’annya. Orang yang mampu bersikap tawadhu’ berarti keikhlasan telah bersarang di hatinya. Bedanya, ketawadhu’an lebih bersifat horizontal.
Tawadhu’ banyak berhubungan dengan manusia secara sosial. Sedangkan Ikhlas, lebih bersifat vertikal, langsung kepada Allah, tawadhu’ bukan berarti menghinakan dir
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari Tawadhu’ ?
2.      Apa saja Syarat-syarat Tawadhu’?
3.      Apa Faedah dari tawadhu’?
4.      Apa saja keutamaan dari Tawadhu’?
5.      Apa saja macam-macam Tawadhu’ dan Contohnya?
6.      Apa saja dalil-dalil yang mengenai Tawadhu’?
7.      Apa pengertian Dari Takwa?
8.      Bagaimana kriteria Takwa?
9.      Apa saja jalan untuk mencapai Takwa?
10.  Apa saja dalil-dalil tentang Takwa?
11.  Apa faedah dari Takwa?

C.      TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Tawadhu’
2.      Untuk mengetahui  Syarat-syarat Tawadhu’
3.      Untuk mengetahui  keutamaan-keutamaan tawadhu’
4.      Untuk mengetahui  Faedah dari tawadhu’
5.      Untuk mengetahui  keutamaan dari Tawadhu’
6.      Untuk mengetahui  macam-macam Tawadhu’ dan Contohnya
7.      Untuk mengetahui  dalil-dalil yang mengenai Tawadhu’
8.      Untuk mengetahui  Drai Takwa
9.      Bagaimana kriteria Takwa
10.  Untuk mengetahui  jalan mencapai Takwa
11.  Untuk mengetahui  dalil-dalil tentang Takwa
12.  Untuk mengetahui  faedah dari Takwa














BAB II
 PEMBAHASAN
A.    Tawadhu’
Mengulas Sifat Tawadhu’
Diantara sekian banyak akhlak serta sifat terpuji yang di tekankan oleh agama kita ialah Tawadhu’ (rendah hati).[1]Dikarenakan akhlak mulia adalah inti ajaran agama islam, maka tak salah kalau banyak ayat serta hadis yang menganjurkan hal tersebut, salah satunya sifat yang akan menjadi kajian kita kali ini, yaitu Tawadhu’. Allah SWT berfirman :
وَلاَتُصَعِّر خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمشِ فِي الأَرضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُختَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Firman Allah yang lainnya
لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًا مِّنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَٱخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada keni’matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (Q.S Al-Hijr 88)
Tawadhu’ adalah sikap merendahkan diri dan melemah lembutkan hati bukan karena kehinaan atau keremehan diri. Tujuan dari sikap rendah diri adalah memberikan setiap hak sesuai dengan hak atau porsinya.[2] Tawadhu‘ merupakan faktor yang menghasilkan ketinggian derajat dan kemuliaan diri.


Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.[3] Perhatikan sabda Nabi SAW berikut ini : 
Rasulullah SAW bersabda: yang artinya “Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah pada seseorang yang memaafkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seseorang yang bertawadhu’ kepada Allah, melainkan dimuliakan (mendapat ‘izzah) oleh Allah. (HR. Muslim).
 Iyadh bin Himar ra. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan kepadaku:“Bertawadhu’lah hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.(HR. Muslim).
1.         Pengertian Tawadhu’secara bahasa
            Tawadhu' (التّواضع) secara bahasa adalah التّذلّل "Ketundukan" dan التّخاشع "Rendah Hati”. Asal katanya adalah Tawadha'atil Ardhu' yakni Tanah itu lebih rendah daripada tanah sekelilingnya.[4]
2.         Pengertian Tawadhu’ secara istilah
            Tawadhu' secara istilah adalah tunduk dan patuh kepada otoritas kebenaran, serta kesediaan menerima kebenaran itu dari siapa pun yang mengatakan nya, baik dalam keadaan ridha maupun marah. Tawadhu' juga merendahkan diri dan santun terhadap manusia, dan tidak melihat diri memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah (manusia) yang lain nya. Sikap ini adalah sikap seseorang yang tidak ingin menonjolkan diri sendiri dengan sesuatu yang ada pada dirinya. Kebaikan yang dikaruniakan Allah Swt, padanya baik berupa harta, kepandaian, kecantikan fisik, dan bermacam-macam karunia Allah Swt, lainnya tidak membuat dirinya lupa. Orang yang bersikap tawadu senantiasa ingat bahwa semua yang ada padanya adalah milik Allah Swt, semata. Oleh sebab itu, seorang yang tawadu tak akan menghina orang lain dengan apa pun yang diamanatkan Allah Swt kepadanya. [5]

3.      Syarat Tawadhu’
Tawadhu’ adalah akhlak yang agung dan ia tidak sah kecuali dengan dua syarat;
a.        Ikhlas karena Alloh عزّوجلّ semata.
Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda;
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ
“Tidaklah seseorang tawadhu’ karena Alloh, kecuali Alloh akan angkat derajatnya.” (HR. Muslim: 2588)
b.       Kemampuan
Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسَ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ حُلَلِ الْإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا
“Barangsiapa yang meninggalkan pakaian  karena tawadhu’ kepada Alloh padahal dia mampu, maka Alloh akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk hingga Alloh memberinya pilihan dari perhiasan penduduk surga, ia bisa memakainya sekehendaknya.” [6]
4 . Keutamaan-Keutamaan Tawadhu'
            Keutamaan Tawadhu’ akan menghasilkan buah yang luar biasa baik di dunia maupun di akhirat kelak. Diantaranya :
1.      Allah akan meninggikan derajat orang yang tawadhu’. [7]
                     Sifat tawadhu’bukanlah suatu kehinaan, justru dengan ketawadhu’an dapat mengangkat derajat seseorang. Kenapa? Karena pada dasarnya setiap manusia menginginkan untuk dihormati, dan diperlakukan sama dengan pihak lainnya. Sehingga bila ada seseorang yang selalu berhias dengan sikap tawadhu’, menghormati orang lain, tidak meremehkannya, menghargai pendapatnya, tentu pihak lainnya pun akan memperlakukan sama bahkan bisa lebih dari itu. Hal ini merupakan suatu realita yang dapat disaksikan dalam kehidupan ini. Seseorang yang memiliki sifat mulia ini akan menempati kedudukan yang tinggi di hadapan manusia, akan disebut-sebut kebaikannya dan akan dicintai oleh mereka. Berbeda dengan orang yang sombong, orang-orang akan menganggapnya rendah sebagaimana dia menganggap orang lain rendah, tidak akan disebut-sebut kebaikannya dan orang-orang pun membencinya.

Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda :

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ , وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا , وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ ِللهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ

“Tidak akan berkurang suatu harta karena dishadaqahkan, dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan hatinya karena Allah, melainkan Allah angkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 556 dari hadits Abu Hurairah )

2. Meraih Al – Jannah.
          Tentu orang-orang yang selalu berhias dengan sikap tawadhu’, mereka itu adalah sebenar-benarnya mushlihun. Yaitu orang-orang yang suka mendatangkan kebaikan dan kedamaian. Karena sikap tawadhu’ tersebut akan melahirkan akhlak-akhlak terpuji lainnya dan akan menjauhkan orang-orang yang berhias dengannya dari sikap-sikap amoral (negatif) yang dapat merusak keharmonisan masyarakat. Oleh karena itu Allah menjanjikan al jannah bagi orang-orang yang memiliki sikap tawadhu’ bukan kepada orang-orang yang sombong, sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):

“Itulah negeri akhirat yang Kami sediakan (hanya) untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu (hanya) bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al Qashash: 83)


Rasulullah SAW Bersabda :
لاَيَدْخُلُ الجنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

Tidak akan masuk al jannah barangsiapa yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun sebesar semut.” (H.R. Muslimin no. 91)


1.      Tawadhu’ yang terpuji
Tawadhu’ yang terpuji adalah ketawadhu’an seseorang kepada Allah SWT dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah. Contoh perilaku Tawadhu’ ini antara lain :

a.     Tidak berlebihan baik dalam pakaian, makanan, dan minuman
b.    Sopan santun dalam bertindak dan bersikap
c.     Merendahkan nada suaranya
d.    Gemar menolong orang yang membutuhkan pertolongan
2.      Tawadhu’ yang tidak terpuji
Tawadhu yang dibenci adalah tawadhunya seseorang kepada Allah karena menginginkan dunia ada di sisinya. Contoh perilaku tawadhu ini, antara lain :
a.  bersikap sopan santun karena memiliki maksud yang tidak baik
b. tidak berlebihan memakai harta karena takut dicuri atau dimintai zakat
c.  menolong orang yang membutuhkan pertolongan dengan maksud   ada imbalan dari yang ditolongnya. 
6. Dalil Al-Qur’an Dan As Sunnah Tentang Tawadhu’
Dari Iyad bin Himar menceritakan bahwa Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوْا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ , وَ لاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan hati sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berlaku zhalim atas yang lain.” (H.R. Muslim no. 2588)
Petuah Imam assyafi’i :
 التَّوَاضُعُ يُوْرِثُ الْمَحَبَّةَ

“Sifat tawadhu’ akan melahirkan cinta kasih.”
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْ
Artinya: Dari Nabi SAW berkata: “tidak akan masuk surga siapa yang dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar zarrah.” (HR. Muslim, no. 33 juz 1)
أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَد
Artinya: “Dan Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri agar tidak ada seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun berlaku zhalim pada yang lain.” (HR.Muslim no. 2865)
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
Artinya: Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “Salam”. (Al-Furqan: 63)
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا
Artinya: Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi, dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung. (Al-Isra: 37)
7.   Faedah Tawadhu’
Ø    Salah satu jalan yang akan menghantarkan pada surga.[8]
Ø    Allah SWT akan mengangkat kedudukan orang yang rendah diridihati manusia, di kenang kebaikannya oleh orang lain serta diangkat derajatnya  oleh allah swt.
Ø    bahwa sikap tawadhu’ terpuji itu di tujukan pada orang-orang yang beriman.
Ø    Sifat twadhu’ sebagai bukti akan keindahan akhlak serta pergaulannya.
Ø    bahwa sifat tawadhu’ merupakan sifatnya para nabi dan rasul.

B.     TAKWA
1.      Pengertian
      Secara etimologis, takwa dan yang seakarnya tertera dan terulang sebanyak 258 kali dalam Al-qur’an, berasal dari akar kata waqa-yaqi , infitif ( mashdar)-nya wiqayah yang berarti memilihara, menjaga, melindungi, hati-hati, menjauhi sesuatu, dan takut azab. Takwa juga dapat berarti al khassyah dan al khauf yang berarti takut kepada azab allah. Disini dapat dikatakan bahwa “taqwa al-lah” adalah takut kepada semua perintah allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sedangkan insan yang bertaka dapat di definisikan sebagi insan yang tetap taat kepada allah dan berusaha meninggalkan kemaksiatan.[9]
Menurut al-Asfhani, takwa bermakna memelihara sesuatu dari segala yang meyakiti dan yang memeberi mudharat. Lebih lanjut al-asfahani mengemukakan bahwa hakikat takwa adalah menjadikan manusia memelihara dirinya dari yang ditakuti. Menanggapi pemakna takwa sebagai al-khauf, al-Asfahani menyatakn bahwa takwa dapat dinamakan khauf, begitu juga khauf dapat dinamakan takwa. Adapun yang ditakuti disini adalah azab, siksa, sanksi, dan hukuman dunia akhirat.    
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan tidak melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang.
2.      Kriteria Takwa
Pertama, Al-Kouf bil Jalil (Takut kepada Allah yang Maha Mulia). Yang dimaksud takut disini bukan seperti kepada algojo atau atasan yang jahat. Namun, yang dimaksud takut disini adalah takut karena kebesaran dan kemahabijaksanaan Allah SWT, sehingga dia takut jika melanggar aturan Allah SWT, bahkan dia takut padaNya meskipun manusia tidak melihatnya. Hal ini pernah tercermin pada seorang wanita yang meminta Nabi saw agar ia dihukum rajam karena perbuatannya, sebab dia takut akan siksa Allah di akhirat.
Kedua, al-hukmu bit tanzil (Berhukum kepada al-Quran yang diturunkan). Banyak di antara umat Islam yang ingin berhukum kepada Al-Quran, namun mereka masih memakai hukum kuffar. Suatu hari dua muallaf Yahudi telah resmi masuk Islam, namun dalam amalannya, mereka masih menikmati ritual agama Yahudi, dimana setiap hari sabtu masih melakukan ibadah cara Yahudi, maka turunlah ayat Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 208)            
Ayat ini menunjukkan agar kita totalitas dalam berIslam serta hanya mengacu kepada tuntunan al-Quran dan sunnah Rasulullah saw, serta tidak mencampuradukkan ritual Islam dengan ritual agama lain.  
Ketiga, Al-isti’dad li yaumil rahil (Menyiapkan diri untuk hari akhirat). Nabi saw pernah menyatakan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang dapat menahan hawa nafsunya dan beramal untuk persiapan setelah meninggal dunia. Karena pada hakekatnya, hidup di dunia laksana menyebarang jalan. Artinya, dunia bukanlah tujuan akhir, melainkan alam akhirt-lah tujuan akhir hidup kita. Oleh karena menyiapkan diri untuk tujuan akhir adalah penting, agar selamat sampai tujuan.         
Keempat, al-ridho bil qolil (Ridho dengan bagian yang sedikit). Sikap ini sepadan dengan makna qona’ah (rasa puas dengan pemberian Allah). Sikap ini sangat sulit jika tidak didorong dengan sikap husnuzzhon (baik sangka) kepada Allah SWT, sebab sifat dasar manusia adalah selalu ingin lagi dan ingin lagi.   
Keluarga pasangan Ali bin bi Thalib dan Fatimah adalah cermin manusia yang ridho dengan pembagian Allah, bahkan saat Allah telah memberi rezeki pada mereka, mereka harus memberikannya kembali kepada orang yang lebih tidak mampu dari mereka.
3.      Jalan mencapai Takwa
a.     Mu’ahadah (Mengingat Perjanjian)
Kalimah ini diambil dari firman Allah Yang MahaTinggi
”Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji..”(an-Nahl[16]:91
·       Cara Mu’ahadah
Hendaklah seorang mukmin berkhalwat (menyendiri) antara dia dan Allah untuk mengintrospek diri seraya mengatakan pada dirinya. ”Wahai jiwaku, sesungguhnya kamu telah berjanji kepada Rabbmu setiap hari disaat kamu berdiri membaca.
Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.”(al-Fatihah[1]:5)
b.    Muroqobah (Merasakan Kesertaan Allah)
Landasan muroqobah dapat Anda temukan dalam surat asy-Syuura, yaitu dalam firman Allah,
”yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula perubahan gerak badannya diantara orang-orang yagn sujud”. (asy-syu’raa [26]: 218-219). Maknanya adalah sebagaimana diisyaratkan oleh Al- Qur’an dan hadits, ialah: merasakan keagungan Allah Azza wa jalla di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi ataupun ramai.
c.     Muhasabah (Introspeksi Diri)
Dasar muhasabah adalah firman Allah:
”Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (al-Hasyr [59]: 18).Umar bin Khattab r.a. berkata,”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan pada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang sedikitpun.”
d.    Mu’aqobah (Pemberian Sanksi)
Sanksi yang kita maksudkan adalah apabila seorang mukmin menemukan kesalahan maka tak pantas baginya untuk membiarkannya. Sebab membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudah terlanggarnya kesalahan-kesalahan yang lain dan akan semakin sulit untuk meninggalkannya. Bahkan sepatutunya dia memberikan sanksi atas dirinya dengan sanksi yang mudah sebagaimana memberikan sanksi atas istri dan anak-anaknya, hal ini merupakan peringatan baginya agar tidak menyalahi ikrar, di samping merupakan dorongan untuk lebih bertakwa dan bimbingan menuju hidup yang lebih mulia.
e.     Mujahaddah (Optimalisasi)
Dasar mujahadah adalah firman Allah dalam surat al-Ankabut.
‘’Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.(al- Ankabut [29]:69). Makna mujahadah sebagaimana disyariatkan oleh ayat tersebut adalah:  Apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini harus tegas,serius,dan penuh semangat sehigga pada akhirtya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang melekat pada dirinya.
4.      Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang takwa
QS. Al-Baqarah [2] : ayat 63
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
[2:63] Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa“.
QS. Al-Baqarah [2] : 21
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
[2:21] Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.
 QS. Aali ‘Imran (Ali ‘Imran) [3] : ayat 50
وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَلِأُحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ ۚ وَجِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ
[3:50]  Dan sebagai seorang yang membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan agar aku menghalalkan bagi kamu sebagian dari yang telah diharamkan untukmu. Dan aku datang kepadamu membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.
عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
[رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح]

Dari Abu Dzar bin Junadah dan Abu Abdurrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu’anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah kejelakan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: Hadits Hasan Shahih. Hasan dikeluarkan oleh At Tirmidzi di dalam [Al Bir Wash Shilah/1987] dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Al Misykat [5083]) 









5.      Contoh  sikap dan perilaku takwa
Ø Bersegera memohon ampunan Allah bila berbuat dosa dan mudah meminta maaf  kepada sesama manusia (Tidak gengsi)
Ø Mau berinfaq/sedekah dalam keadaan lapang maupun sempit (Tidak pelit)
Ø Bisa menahan amarah (Tidak ngambekan/emosian)
Ø Mudah memaafkan kesalahan orang lain (Tidak pendendam)
Ø Senantiasa melakukan kebaikan atau berbuat baik (Tidak jahat)
Ø Bersabar dalam menerima cobaan
Ø Tidak sombong dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi
Ø Selalu ingat kepada Allah (dzikrullah) dengan menggunakan akal
Ø Selalu berhati-hati dalam setiap tindakan karena takut terhadap azab Allah

6.      Karunia Takwa atau faedah takwa [10]
Ø Memperoleh keberkahan
Ø Memperoleh Rahmat
Ø Kegembiraan
Ø Memperoleh Hidayah
Ø Dicintai allah
Ø Memperoleh ketenangan hati
Ø Keselamatan Dunia & Akhirat
Ø Mendapat Perlindungan dari allah swt







BAB III
KESIMPULAN
            Tawadhlu’ adalah sikap merendahkan diri dan melemah lembutkan hati bukan karena kehinaan atau keremehan diri. Tujuan dari sikap rendah diri adalah memberikan setiap hak sesuai dengan hak atau porsinya. Tawadhu‘ merupakan faktor yang menghasilkan ketinggian derajat dan kemuliaan diri.
Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.
            Secara etimologis, terma takwa dan yang seakarnya tertera dan terulang sebanyak 258 kali dalam Al-qur’an, berasal dari akar kata waqa-yaqi , infitif ( mashdar)-nya wiqayah yang berarti memilihara, menjaga, melindungi, hati-hati, menjauhi sesuatu, dan takut azab . Takwa juga dapat berarti al khassyah dan al khauf yang berarti takut kepada azab allah. Disini dapat dikatakan bahwa “taqwa al-lah” adalah takut kepada semua perintah allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sedangkan insan yang bertaka dapat di definisikan sebagi insan yan tetap taat kepada allah dan berusaha meninggalkan kemaksiatan.










DAFTAR PUSTAKA
Husein, Mochtar. 2008. “Hakikat Islam Sebuah Pengantar Meraih Islam Kaffah”. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, “Sifat Tawadhu’ Rasulullah SAW”, Terjemah Abu Ummah Arif Hidayatullah
Syeh Hasan al- Mas’udi. Terjemah alih bahasa “ TAISIRUL KHOLAQ” 
H. M. Ashaf Shaleh “ Takwa” (Jakarta; Erlangga)
Wike Anggono, 2013 “TAWADHU” diakses dari (online) http://makalah73.blogspot.co.id/2012/11/tawadhu-rendah-hati.html diakses pada tanggal 30 April 2017 pada pukul 11.10 WIB
Abu Abdillah Prima Ibnu Firdaus ar-Roni al-Mirluny,2011 ”Tawadhu” (Online) diakses dari  www.faisalchoir. blogspot.com/2012/07/ 10-faedah-tentang tawadhu.html Pada tanggal 30 April 2017 pukul 11.22 WIB
Amanah tigetige,” Perilaku Tawadhu” diakses dari Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-dan-contoh-tawadu-dalam.html pada tanggal 01 Mei 2017 pada pukul 11.45 WIB
Rahmat Hidayat , “Pengertian dan contoh tawadhu” diakses dari  (online) http://walpaperhd99.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-dan-contoh-tawadhu-perilaku.html  ada tanggal 01 Mei 2017 pukul 10.55 WIB
Maktahab Abi Yahya,2011  “Sifat Tawadhu” diakses dari (online) https://maktabahabiyahya.wordpress.com/2012/06/08/menumbuhkan-sifat-tawadhu/ pada tanggal 30 April 2017 Pukul 14.10 WIB




[1] Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi. Sifat Tawadhu’ Rasulullah SAW, Terjemah Abu Ummah Arif Hidayatullah, hlm 3
[2] Syeh Hasan al- Mas’udi. Terjemah alih bahasa,“ TAISIRUL KHOLAQ” hlm.  

[3] Wike Anggono, ”TAWADHU “ diakses dari http://makalah73.blogspot.co.id/2012/11/tawadhu-rendah-hati.html pada tanggal 30 April 2017 pada pukul 11.10 WIB
[4] Abu Abdillah Prima Ibnu Firdaus ar-Roni al-Mirluny,Tawadhu” diakses dari www.faisalchoir. blogspot.com/2012/07/ 10-faedah-tentang tawadhu.html Pada tanggal 30 April 2017 pukul 11.22 WIB
[5] Amanah tigetige,” Perilaku Tawadhu” diakses dari Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-dan-contoh-tawadu-dalam.html pada tanggal 01 Mei 2017 pada pukul 11.45 WIB
[6] Maktabah, Abi Yahya, “Sifat Tawadhu” diakses dari https://maktabahabiyahya.wordpress.com/2012/06/08/menumbuhkan-sifat-tawadhu/ pada tanggal 30 April 2017 Pukul 14.10 WIB

[7] Abuamincepu, “Tawadhu Merupakan Akhlaq Mulia Yang Dicintai Allah dan Rasul-Nya”                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    diakses dari http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.co.id/2011/03/tawadhu-merupakan-akhlaq-mulia-yang.html  pada tanggal 02 Mei 2017 pada pukul 10.15 WIB


[8] Syaikh Amin bin Abdullah Asy-Syaqawi, Op.Cit. hlm.13
[9] H. M. Ashaf Shaleh. TAKWA (Jakarta; Erlangga), hlm.1
  • [10] H. M. Ashaf Shaleh , Op.Cit.,  hlm.121

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Proposal Mata Pelajaran Kewirausahaan SMK

Contoh MATERI KE NU- AN (latihan Kader Muda Ipnu-Ippnu)